MEDAN- Kasus dugaan perselingkuhan yang menimpa seorang dokter berinisial SW di Medan menuai perhatian publik setelah foto papan bunga berisi tuduhan terhadap dirinya viral di media sosial.
Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum Aliandoboang Manalu, SH, memberikan penjelasan hukum sekaligus mengimbau masyarakat agar tidak mudah melakukan penghakiman tanpa bukti yang sah.
Menurut Aliandoboang, hingga saat ini tidak ada laporan resmi maupun putusan pengadilan yang menyatakan bahwa SW melakukan perzinaan atau menjadi penyebab keretakan rumah tangga seseorang.
Karena tidak ada dasar hukum, maka tindakan menuding, mempermalukan, dan memviralkan SW merupakan langkah yang keliru dan berpotensi melanggar undang-undang.
Ia menjelaskan bahwa tindakan pihak yang menuduh—mulai dari mengirim papan bunga, menyebarkan tuduhan di media sosial, hingga mendatangi tempat tinggal SW tanpa izin dan memperlihatkan isi percakapan pribadi—justru dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
Pembukaan privasi seseorang tanpa persetujuan, penghinaan dan fitnah melalui media sosial, serta tindakan intimidatif merupakan bentuk pelanggaran hukum yang tidak bisa dibenarkan.
Dalam situasi apa pun, kata Aliando, masyarakat tidak berhak mengambil peran sebagai hakim dan mengeksekusi seseorang secara sosial.
Aliando menegaskan bahwa jika memang terdapat dugaan perselingkuhan, langkah yang benar adalah membuat laporan resmi ke kepolisian.
Melalui prosedur hukum, semua pihak dapat dipanggil, diperiksa, dan dikonfrontir dalam suasana netral yang dijamin oleh aparat penegak hukum.
Proses inilah yang seharusnya ditempuh, bukan dengan mempermalukan seseorang di ruang publik atau menjadikan media sosial sebagai tempat mengadili.
Ia juga mengingatkan bahwa SW berpotensi menjadi korban dari konflik rumah tangga pasangan tersebut. Tanpa proses klarifikasi, SW langsung diseret dalam arus opini publik yang telah dibentuk oleh informasi sepihak.
Tuduhan yang tidak diverifikasi dapat menghancurkan reputasi seseorang, merusak nama baik keluarga, bahkan berdampak pada kesehatan mental korban.
Praktisi hukum itu berharap masyarakat lebih bijak dan berhati-hati dalam menanggapi informasi viral.
Media sosial tidak boleh menjadi ruang bebas untuk menyebarkan aib pribadi, fitnah, atau melakukan tekanan sosial terhadap seseorang.
Ia menegaskan bahwa negara ini memiliki aturan hukum yang harus dihormati, dan setiap persoalan yang menyangkut kehormatan serta dugaan tindak pidana harus diselesaikan melalui jalur resmi.
“Saya tidak mengatakan SW pasti benar atau pasti salah. Namun apa pun persoalannya, tidak ada orang yang boleh main hakim sendiri. Hukum harus menjadi jalan utama, bukan viralisasi dan penghukuman publik,” ujar Aliando, Senin (17/11/25).
Selanjutnya ia mengatakan, dari kasat mata dan segi psikologi hukum ataupun secara pengalaman-pengalaman tentang berbicara pelakor, pebinor, dengan tegas ia mengatakan bahwa SW diduga sebagai korban.
“Saya berani mengatakan, SW ini adalah korban juga. Korban intrik-intrik ataupun metode dari lelaki yang biadap atau lelaki yang super jago. Kenapa dikatakan super jago? Dia (lelaki hidung belang) bekerja, punya duit dan dikatakan ganteng juga. Artinya berpa lah duit bisa dicari, dengan cara-cara begitu siapa yang tak tergiur,” ungkap Aliando.
Laporan: Aiman Ambarita















