LABUSEL — Kejanggalan terjadi dalam penanganan kasus dugaan pelecehan seksual di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Sumatera Utara.
Korban dalam kasus ini, HS (31), justru diminta oleh pihak kepolisian untuk mengantarkan sendiri surat panggilan kepada pihak terlapor, berinisial GF, yang merupakan Ketua Komite Gender Kebun Torgamba, PTPN IV Regional I.
Padahal, menurut ketentuan hukum acara, surat panggilan seharusnya disampaikan langsung oleh penyidik atau petugas resmi kepolisian, bukan oleh pelapor.
Permintaan agar pelapor mengantar sendiri surat panggilan dinilai janggal dan berpotensi menimbulkan tekanan psikologis bagi korban.
“Belum, Lae (mengantar surat). Masih menunggu,” kata Suami Korban, ST saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (24/10/2025).
ST mengaku, demi keamanan dan keselamatannya, ia berencana tidak menyerahkan langsung surat tersebut, melainkan hanya menitipkannya melalui pos satpam Kebun Torgamba.
Kasus ini bermula dari laporan pertama HS terkait dugaan pelecehan seksual yang dialaminya di lingkungan kerja Kebun Torgamba. Namun belakangan, HS kembali membuat laporan kedua ke Polres Labuhanbatu Selatan pada 21 Juni 2024.
Laporan itu terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh GF, setelah GF disebut-sebut memfasilitasi 32 warga untuk menandatangani surat pernyataan yang dinilai merugikan dan mencemarkan nama baik HS beserta keluarganya.
Pihak kepolisian kemudian memanggil kembali sejumlah saksi dan pihak terkait dari dua laporan tersebut. Namun, dalam proses pemanggilan itulah muncul kejanggalan ketika pelapor HS justru diminta mengantar surat panggilan kepada pihak yang dilaporkannya sendiri.
Langkah tersebut menimbulkan tanda tanya besar di kalangan publik dan pemerhati hukum. Sebab, secara normatif, KUHAP Pasal 227 dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana telah mengatur bahwa surat panggilan wajib disampaikan oleh penyidik atau petugas kepolisian yang berwenang.
Meminta pelapor untuk mengantar surat panggilan kepada pihak terlapor dapat dianggap menyimpang dari prosedur hukum, sekaligus berpotensi mengganggu rasa aman korban.
Hingga berita ini diterbitkan, Sumutrelasipublik belum berhasil mendapatkan keterangan resmi dari Polres Labuhanbatu Selatan terkait alasan di balik permintaan tersebut.
Publik kini menanti penjelasan dari Kapolres Labusel maupun Kapolda Sumut, agar penanganan kasus ini berjalan sesuai prinsip profesional, proporsional, dan melindungi korban.
Laporan: Aiman Ambarita.















