Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Kota PematangsiantarOpiniSumateran UtaraTerbaru

PEMBATALAN PEJABAT ASN PEMKO SIANTAR, BUKTI WALIKOTA SUSANTI CEROBOH

811
×

PEMBATALAN PEJABAT ASN PEMKO SIANTAR, BUKTI WALIKOTA SUSANTI CEROBOH

Sebarkan artikel ini

Catatan Kritis : DR (C) Daulat Sihombing, SH, MH

 

Hari Jumat 22 Maret 2024 lalu, Walikota Pematangsiantar, dr. Susanti Dewayani, S.PA, melantik 92 pejabat di lingkungan Pemko Pematangsiantar berdasarkan Keputusan Walikota Nomor : 800.1.3.3/554/III/2024 Tentang Promosi dan Mutasi PNS ke Dalam Jabatan Administrasi, tertanggal 22 Maret 2024. Mereka yang dilantik terdiri dari 5 Jabatan Tinggi Pratama (JPTP), masing – masing Junaidi Antonius Sitanggang, S.STP sebagai Sekretaris Daerah, Robert Sitanggang, S.STP sebagai Kadisnaker, Sofian Purba, S. Sos sebagai Kadis PU dan Tata Ruang, Muhammad Hammam Soleh , AP sebagai Kadis Pariwisata dan Mhd. Hamdani Lubis, SH sebagai Kadis Pendidikan. Kemudian 79 pejabat administrasi serta 8 pejabat fungsional.

Namun tak lama setelah dilantik, Walikota Susanti segera membatalkan pengangkatan pejabat tersebut berdasarkan Keputusan Walikota Nomor : 800/616/IV/2024 Tentang Pembatalan Keputusan walikota Pematangsiantar Tentang Promosi dan Mutasi PNS ke Dalam Jabatan Administrasi, tertanggal 2 April 2024, kecuali 8 pejabat fungsional. Bak kata pepatah “sakitnya tak seberapa tapi malunya ini”, para pejabat ASN inipun harus memikul rasa malu yang tak terkira.

Entah kalau tak tau malu. Bayangkan diantara pejabat Pemko yang dilantik, terlanjur ada yang merayakan promosinya dengan menggelar pesta sembari mengundang sanak saudara, tetangga dan relasi. Tak ketinggalan memberikan persembahan ke gereja sebagai ucapan syukur. Belum lagi jika diantara pejabat yang dilantik mengucurkan sejumlah uang untuk meraih jabatan tersebut, maka sudah menanggung malu, menanggung hutang pula.

Secara kausalitas, pembatalan pejabat ASN Pemko Pematangsiantar dengan segala akibat dan konsekuensinya tentulah merupakan tanggungjawab dari Walikota Susanti. Maka jika saja diantara pejabat ASN ada memiliki nyali, kasus pengangkatan dan pembatalan pejabat ini sesungguhnya dapat dipertanggungjawabkan sebagai skandal hukum.

Mengapa?, jauh sebelum dilakukan seleksi pengangkatan 92 pejabat ASN Kota Pematangsiantar, sebenarnya publik termasuk Pimpinan DPRD Kota Pematangsiantar telah mengingatkan Walikota Susanti tentang larangan untuk melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Nafsu Kekuasaan

Pasal 71 ayat (2) UU Nomor : 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor : 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang- Undang, secara tegas dan jelas mengatur bahwa : gubernur, wakiol gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota dilarang melakukan pergantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Maka tidak ada alasan sebenarnya bagi Walikota untuk tidak tau atau pura- pura tidak tau tentang larangan melakukan penggantian pejabat sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016. Apalagi menurut teori fiksi, semua orang harus dianggap tau hukum. Konon lagi Walikota. Kecuali membodoh- bodohkan diri.

Tetapi karena nafsu kekuasaan, Walikota Susanti tak perduli. Pokoknya lantik. Persoalan belakangan. Syukur- syukur Mendagri dan instansi terkait lainnya tidak tau. Media tidak ribut, publik tidak ribut. Semuanya mudah- mudahan bisa dikondisikan. Maka jadilah pelantikan tertanggal 22 Maret 2024. Sebelumnya, toh melanggar juga tapi aman- aman saja, sukses dan tidak ada persoalan. Bagaimana dengan DPRD Siantar?, Ah kecil, paling RDP. Apalagi ada pula “pengamat” yang memberikan apologi pelantikan itu sebagai hak diskresi. Mungkin pengamat yang bersangkutan tak sempat membaca UU No. 10 Tahun 2016 atau hanya sekedar “menyenangkan” sang Walikota.

Terbitnya SE Mendagri Nomor : 100.2.1.3/1575/SJ Tentang Kewenangan Kepala Daerah pada Daerah yang Melaksanakan Pilkada dalam Aspek Kepegawaian, tertanggal 29 Maret 2024, sebenarnya hanya mengingatkan larangan dalam Pasal 71 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016. Ihwal larangan itu, juga tak apa- apa. Sudah biasa melanggar larangan. Tapi, ayat ke- 5 ketentuan Pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016 menyebutkan, bahwa “apabila gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota selaku petahana melanggar akan dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Propinsi atau KPU Kabupaten/ Kota”.

Nah, oleh karena dr. Susanti Dewayani, disebut- sebut akan maju kembali sebagai Calon Walikota Petahana pada Pilkada 27 Nopember 2024 maka timbul rasa kecut, dan harus memilih. Dari pada kelak berpotensi dikenai sanksi pembatalan sebagai calon Walikota Petahana, lebih baik mengorbankan ke 84 pejabat ASN Pemko Pematangsiantar.

Katakan saja pembatalan itu bentuk ketaatan Walikota Susanti terhadap Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016. Alasannya gampang, pelantikan pejabat ASN Pemko Pematangsiantar dilakukan tertanggal 22 Maret 2024 sedangkan SE Menteri Dalam Negeri baru terbit tertanggal 29 Maret 2024. Padahal dalih tersebut terlalu dangkal. Hanya akal- akalan, sebab larangan mutasi/ demosi pejabat ASN tidak diatur dalam SE Mendagri tetapi diatur dalam Pasal 71 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016, sehingga Surat Edaran Mendagri Nomor : 100.2.1.3/1575/SJ , tertanggal 29 April 2024, sifatnya hanya peringatan semata.

Sejak dilantik sebagai Plt. Walikota, dr. Susanti memanglah sudah mempertontonkan ciri atau karakter pemimpin yang sama sekali tidak berkomitmen. Bayangkan, sejak berstatus Plt. Walikota, ia sudah lancang membuat keputusan – keputusan penting yang kontroversial. Apalagi setelah dilantik menjadi Walikota defenitif, Susanti pun semakin menjadi – jadi dan lost control.

Diawal berkuasa, Walikota Susanti memunculkan wacana akan segera mengajukan pengangkatan Calon Wakil Walikota sebagai pendampingnya. Wacana itu sempat melahirkan ekspektasi kepada sejumlah kader parpol yang berniat maju sebagai Calon Wakil Walikota. Susanti sendiri mengesankan bahwa Calon Wakil Walikota yang ia dukung ialah Tondi Silalahi, anak kandung dari Alm. Asner Silalahi, Walikota Terpilih dalam Pilkada 2021 namun meninggal dunia sebelum dilantik.

Publik memaknai bahwa dukungan Susanti terhadap Tondi Silalahi merupakan hutang politik, karena Susanti menikmati jabatan Walikota semata- mata adalah karena jasa dan pengorbanan almarhum Asner Silalahi baik secara moril maupun materil.

Namun wacana pengangkatan Calon Wakil Walikota Pematangsiantar Periode 2021 s/d 2024 ternyata hanya basa- basi alias PHP. Susanti tidak setia dengan komitmen politik. Ia justru menikmati seorang diri sebagai Walikota Pematangsiantar tanpa Wakil Walikota. Kue kecil yang dia dibagi ke keluarga almarhum Asner Silalahi, hanyalah menempatkan Bolmen Silalahi, SP, adek kandung alm. Asner Silalahi sebagai Direktur Utama PD. Pasar Jaya Kota Pematangsiantar meskipun terkesan dipaksakan. Disebut dipaksakan karena Bolmen sendiri pun ternyata tidak kompeten dan kelayakan dalam jabatan itu. Keluarga alm. Asner Silalahi mungkin kecewa. Hingga berakhirnya masa jabatan Walikota Susanti, pengangkatan Wakil Walikota Pematangsiantar tidak pernah akan ada. (Bersambung).

 

 

 

PEMBATALAN PEJABAT ASN PEMKO SIANTAR,
BUKTI WALIKOTA SUSANTI CEROBOH (2)
Catatan Kritis : DR (C) Daulat Sihombing, SH, MH

Sebagai organisasi yang bergerak dibidang advokasi kebijakan, Perkumpulan Sumut Watch, mencatat sejumlah kebijakan Walikota Susanti yang kontra produktif karena tidak didasarkan pada ketaatan dan keselarasan peraturan perundang- undangan.

Pertama, masih berstatus Plt. Walikota saja, Susanti sudah membuat keputusan kenaikan NJOP PBB P2 Tahun 2021 s/d 2023 Nomor 973/432/III/WK-THN 2022 tanggal 31 Maret 2022 tentang Penambahan dan perubahan Kode Zona Nilai Tanah dan Nilai Jual Objek Pajak Bumi Kota Pematang Siantar Tahun 2021, yang menaikkan NJOP PBB P2 sebesar 1.000 persen lebih dari tahun sebelumnya. sementara Pasal 40 ayat (5) UU Nomor : 1 Tahun 2022 Tentang Pajak Daerah, telah mengatur secara tegas bahwa “NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ini”.

Kedua, Walikota Susanti dalam kedudukannya sebagai Plt. Walikota juga membuat Keputusan Nomor : 800/645/VII/WK-Thn 2022 Tentang Pengangkatan Kembali Dirut PDAM Tirta Uli Masa Jabatan 2022-2027, tertanggal 15 Juli 2022, an. Sdr. Ir. Zulkifli Lubis, MT, padahal Pasal 14 ayat (7) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, telah mengatur bahwa : “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/ atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian dan alokasi anggaran”.

Dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan “keputusan dan/ atau tindakan yang bersifat strategis” ialah “keputusan dan atau tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah”. Sedangkan yang dimaksud dengan “perubahan status hukum kepegawaian” adalah “melakukan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai”.

Selain melanggar Pasal 14 ayat (7) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerinahan, keputusan Susanti juga dinilai melanggar asas kolektivitas dalam pengangkatan Direksi sebagaimana dikandung PP Nomor 54 Tahun 2014 tentang BUMD, dan Perda Kota Pematangsiantar Nomor 3 Tahun 2022 tentang Perumda Tirta Uli, yang secara konseptual menganut sistem pengangkatan Direksi secara paket. Inilah titik balik rusaknya sistem rekrutmen Dewan Direksi PDAM Tirta Uli Kota Pematangsiantar, yang seharusnya berdasarkan sistem paket atau kolektvfitas namun direkayasa menjadi perseorangan atau individual. Ironisnya, hanya dalam hitungan bulan kemudian Ir. Zulkifli Lubis, MT, mengundurkan diri dari jabatannya karena konon Ir. Zulkifli hanya dijadikan Dirut “boneka” alias “tukang stempel”.

Ketiga, belum 6 (enam) bulan setelah dilantik menjadi Walikota defenitif Kota Pematangsiantar, tertanggal 22 Agustus 2022, dr. Susanti melakukan pelantikan lagi terhadap sebanyak 88 pejabat ASN di lingkungan Pemko Pematangsiantar tertanggal 2 September 2022. Padahal Pasal 162 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor : 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang- Undang, telah melarang secara tegas dan jelas bahwa gubernur/ wakil gubernur, bupati/ wakil bupati atau walikota/ wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Keempat, dalam RDP DPRD dengan Walikota, 5 September 2022, diputuskan bahwa pembangunan plaza/ mall di lokasi eks GOR Kota Pematangsiantar dihentikan sementara hingga pengelola melengkapi dokumen analisa dampak lingkungan (Amdal), analisa dampak sosial, analisa dampak lalu lintas dan relokasi sekolah disekitar areal yang akan dibangun menjadi mall atau pusat perbelanjaan. Namun Walikota Susanti tak ambil pusing. Keputusan dewan hanya dianggap angin lalu, dan pembangunan plaza/ mal dlokasi eks GOR pun jalan terus tanpa perduli suara anggota dewan.

Kesewenang- wenangan Walikota Susanti inilah kemudian melahirkan akumulasi dan anti klimaks hingga DPRD menggunakan hak angket untuk memakzulkan dr. Susanti Dewayani dari jabatan Walikota Pematangsiantar. Namun beruntung, Susanti lolos dari pemakzulan karena ditolak Mahkamah Agung.

Lolos dari pemakzulan, Walikota Susanti tidak koreksi diri, malah semakin keranjingan unjuk kekuasaan. Mengangkat dan/ atau memberhentikan pejabat ASN dengan suka- suka. Mengangkat Direksi dan Pengawas PDAM Tirta Uli suka suka. Mengangkat Direksi dan Pengawas PD. Pasar Horas Jaya dengan semau gue. Mengangkat Direksi dan Pengawas PD. PAUS juga dengan suka- suka. Tak penting kompetensi dan/ atau kelayakan. Tak perduli pula dampak dan akibatnya. Pentingnya, hasilnya. Entah berapa kali Walikota Susanti didemo, atau ditegur DPRD, bahkan oleh Komisi ASN maupun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Tapi iya begitu, tak perduli. Anjing menggonggong kafilah berlalu.

Kado Terakhir

Kini menjelang akhir jabatan tertanggal 27 Nopember 2024 sesuai jadwal Pilkada Serentak Tahun 2024, kembali Walikota Susanti melahirkan keputusan yang kontraversial. Ia menaikkan lagi kedua kalinya NJOP untuk tahun 2023 – 2026 sebesar 1.000% lebih dari NJOP P2 tahun 2021 s/d 2023 yang sebelumnya juga telah dinaikkan sebesar 1000% lebih melalui Keputusan Walikota Pematangsiantar Nomor : 900.1.1.3.1/278/II/2024 Tentang Besaran NJOP PBB P2 dan Besaran Minimal PBB P2 Tahun 2024 – 2026.

Dengan kenaikan NJOP PBB-P2 tahun 2024 – 2026 tersebut, maka terhitung sejak tahun 2021 hingga 2026, NJOP PBB-P2 masyarakat Kota Pematangsiantar telah mengalami kenaikan hingga 2000% lebih, yang mengakibatkan biaya BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), PPh (Pajak Penghasilan) dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) melonjak tinggi. Konkritnya, ketika para warga melakukan transaksi jual beli atas tanah dan bangunan atau ketika melakukan pensertifikatan tanah maka mereka harus membayar BPHTB, PPh dan PNBP yang sangat mahal karena naik sebesar 2000% dari sebelumnya, kecuali PBB-P2 karena diberikan stimulus sebesar 90% untuk mencegah kemarahan warga.

Kemudian, iya itu tadi, Walikota Susanti melantik sebanyak 92 (sembilan puluh dua) pejabat ASN dengan Keputusan Nomor : 800.1.3.3/554/III/2024 Tentang Promosi dan Mutasi PNS ke Dalam Jabatan Administrasi, tertanggal 22 Maret 2024, namun kemudian dibatalkan dengan Keputusan Walikota Nomor : 800/616/IV/2024, tertanggal 2 April 2024, kecuali 8 (delapan) pejabat fungsional, karena melanggar Pasal 71 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016.

Warisan Menyedihkan

Mencermati sejumlah kebijakan kontra produktif Walikota Susanti yang cenderung liar dan tidak taat asas dalam pengelolaan pemerintahan daerah tersebut, maka patut dipertanyakan : masih layakah dr. Susanti Dewayani, menjadi Walikota Pematangsiantar periode 2024 mendatang?

Memanglah tidak mudah menjadi Walikota. Tak semudah mendapatkan legalitas formal sebagai Walikota. Tak pintar, tak ahli, tapi secara moral hendaknya memliki komitmen dan tanggungjawab yang tinggi untuk meninggalkan legacy atau warisan yang baik bagi masyarakat.

Akhirnya, pengingkaran komitmen tentang pengangkatan Wakil Walikota, kenaikan NJOP PBB P2 sebesar 2000% lebih sejak 2021 s/d 2026, Pengangkatan kembali Dirut PDAM Tirta Uli Periode 2022 – 2027, an. Ir. Zulkifly Lubis yang merusak sistem paket menjadi perseorangan, pelantikan 88 pejabat ASN tertanggal 22 Agustus 2022 sebelum menjabat 6 (enam) bulan sebagai Walikota, pengingkaran terhadap komitmen penundaan pembangunan plaza/ mall di lokasi eks GOR, dan pelantikan 92 pejabat ASN yang kemudian dibatalkan karena melanggar UU, adalah catatan buram tentang legacy atau warisan Susanti yang menyedihkan. (Selesai).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *