Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Nasional

Ubah Istilah KKB Jadi OPM Oleh Panglima TNI Disebut Pakar Tidak Memiliki Arti

621
×

Ubah Istilah KKB Jadi OPM Oleh Panglima TNI Disebut Pakar Tidak Memiliki Arti

Sebarkan artikel ini

Foto. kelompok KKB Papua (Istimewa).

 

 

Jakarta, relasipublik.com – Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai perubahan Istilah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dilakukan TNI disebut tidak memiliki arti apa pun. Pasalnya, perubahan istilah itu hanya dilakukan oleh TNI dan bukan sebagai kebijakan negara.

“Saya ingin mengingatkan TNI bahwa inisiatif perubahan atribusi itu sebenarnya tidak berarti apa-apa tanpa adanya perubahan kebijakan atau keputusan politik negara,” ucap Khairul dikutip dari Tempo, Senin, 15 April 2024.

Hal ini sesuai perintah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto melalui surat perintah tertanggal 5 April 2024. Panglima memerintahkan Komando Daerah Militer XVII/Cendrawasih dan Komando Daerah Militer XVIII/Kasuari serta jajaran untuk menggunakan kembali sebutan OPM. Sementara itu, Kepolisian masih menggunakan terminologi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Menurut Khairul, dengan atau tanpa perubahan istilah, kelompok bersenjata di Papua memang bertujuan untuk melepaskan diri dari NKRI. Artinya, kata dia, perubahan sebutan itu justru sesuai dengan klaim mereka.

Sepanjang tidak ada perubahan kebijakan dan keputusan negara, maka Operasi Militer Selain Perang atau OMSP TNI di Papua masih akan sama seperti sebelumnya, yaitu TNI membantu Polri dalam rangka pemeliharaan keamanan dan pengamanan. “Bukan OMSP TNI dalam rangka mengatasi gerakan separatis maupun pemberontakan bersenjata,” tutur dia.

Dia juga mengingatkan, perubahan istilah ini juga berpotensi meningkatkan eskalasi konflik di Papua. Kelompok separatis ini, kata Khairul, akan melakukan kekerasan sebagai unjuk eksistensi dan sarana penyampaian pesan kemandirian yang mereka perjuangkan.

Khairul mengatakan, penyerangan dan penghadangan memang hal yang lazim dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata sebagai bagian dari strategi perang gerilya. Tujuannya yaitu teror, provokasi dan propaganda.

Oleh karena itu, Khairul meminta pemerintah untuk berhati-hati sebelum memutuskan mengubah ketentuan ini sebagai keputusan negara. Pasalnya, keputusan ini juga akan berdampak pada respons dunia internasional.

“Makanya sebelum perubahan status benar-benar dilakukan, pemerintah perlu memastikan kemampuan dan kesiapannya,” ujar dia. (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *